Nasionalis Karbitan

Pagi ini masih bangun di jam yang sama selama sebulan ini, itu pun bangun karna di telfon adek minta dijemput habis latihan aubade. Aubade adalah acara tahunan yang diadakan pemerintah Kab. Klaten buat memperingati Hari Kemerdekaan. Langsung buka twitter, ngeliat-liat status BBM, DP orang-orang, dan baca-baca BM Merah Putih. Entah kenapa yang paling catchy adalah update tentang nasionalis karbitan.

"Kalo 17an aja pada nasionalis. Nasionalis karbitan sih.."

"Brace yourself tweeps, para nasionalis karbitan mulai memenuhi timeline anda~"

"Hari ini muji-muji Indonesia, besok udah ngehujat lagi. Nasionalis karbitan."

Jadi, definisi nasionalis karbitan adalah mereka yang nggak biasanya memuji Indonesia, tapi hari ini memuji Indonesia.

Seharusnya kita ikut senang, tau kalo ternyata di dalam diri mereka masih ada rasa bangga mengakui dan menyanjung Indonesia. Menyerukan Selamat Hari Kemerdekaan lewat media sosial dengan perasaan masing-masing. Bisa perasaan bangga, senang, atau bahkan biasa-biasa aja. Tapi kita tau kalo secara ngga langsung mereka masih merasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Gimana nggak bangga kalo mereka hari ini memuji pahlawan kita yang jelas berjuang dan berkorban nyawa? Gimana nggak bangga kalo mereka hari ini memuji kekayaan alam Indonesia yang bener-bener melimpah? Gimana nggak bangga kalo mereka hari ini memuji pemuda Indonesia yang masih terus percaya kepada Indonesia?

Mereka bangga. Dan itu nggak papa. Bukan nasionalis karbitan.

Nggak semua orang punya waktu nulis tentang Indonesia sesering @pandji, misalnya. Ato bergerak di bidang kepemudaan Indonesia kaya @AlandaKariza. Jadi, waktu Indonesia merayakan Hari Kemerdekaannya dan mereka ngasih apresiasi di twitter orang-orang nggak akan bilang mereka nasionalis karbitan. Ya, nggak semua orang punya momen yang pas buat nunjukin kecintaannya sama Indonesia. Dan hari ini jelas merupakan momen yang pas bagi siapa aja buat memuji Indonesia.

Setiap orang concern di bidangnya masing-masing, dan sekecil apa pun itu, itulah yang membangun Indonesia. Fotografi misalnya, kalo nggak ada orang concern tentang fotografi, siapa yang bakal memamerkan kecantikan Indonesia? Menyanyi, kalo nggak ada yang menyanyi, siapa yang bakal menyanyikan lagu-lagu nasional? Ato mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional kaya @agnezmo? Ato memasak, kalo nggak ada yang masak, siapa yang bakalan masak rendang ato nasi goreng yang udah resmi jadi World's Most Delicious Food? Mereka terlalu sibuk dengan concern nya masing-masing dengan target pencapaian yang udah diset, dan secara nggak sadar sebenernya mereka juga membangun Indonesia. Dan jangan biarkan mereka kehilangan momen dimana mereka memiliki kesempatan seluas-luasnya buat memuji Indonesia dengan nyebut mereka nasionalis karbitan. Hari ini.

Ngelupain keburukan yang ada di Indonesia pun merupakan kesalahan. Karna ada pepatah bilang: "Jangan lupakan kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang lain terhadapmu. Maafkanlah, dan ingatlah. Supaya kamu tidak pernah melakukannya terhadap orang lain." Yang perlu dihilangkan adalah kebiasaan menghujat. Kritiklah dengan sopan plus solusinya.

Dan inget terus banyak hal positif yang Indonesia punya that worth fighting for.

Kalo bukan kita, siapa yang akan memimpin Indonesia besok?



Selamat Hari Kemerdekaan yang ke-67, Indonesiaku!

Merdeka!


Hello Goodbye

It's been ages since my last time here. Writings, still find it hard, like, really hard. There are so many things inside my head but none of them want to be typed, as always. So, I will try harder to write and write and let me see if I can work it out or not.

College. First word that appear in my mind. I believe there's a new hello in every goodbye, and moving forward from high school to university is cool, indeed. I've been through one semester and it felt like a glimpse. New friends, new family, new circumstances, new experiences, new love and they are all amazing. And, yes, I love the lectures and they are so me. No math, no physics and no chemical compound, finally! Yep, I was the one that have no passion in science but I joined the class instead of social one. I'm sure, if you are one of those kid, you deeply know how does it feel forced into something you really don't like. But, believe me, you are so going to get something really big after climb a sheer mountain up ;)

So, here is my experience as a freshman. One day I wrote my name to a list that would be selected to represent Gadjah Mada University in Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia XXIII in Parahyangan University, Bandung and I found so many cool seniors enlisted their names too, thrilling. I googled PNMHII and looked for information as much as I could for the selection day and did the interview and forum group discussion pretty well. Then I rushed to the diplomatic course and table manner held on the same day. I met new friends again, and again from another faculty even from another university like Unair and the one from Bandung. So much experience as we had MUN there - how to do lobbying, how to provoke other delegates to sign the draft resolution, lots of fun! And at the end of table manner session I got "Best Delegate" DCTM 2011 (PS - we had a representative from Indonesian Ministry of Foreign Affairs as a guest assessor. Cool, wasn't it?). Not too long from that day
I saw my name on the top of the list that selected to attend PNMHII XXIII. So much happiness!

Diplomatic Course & Table Manner 2011

Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional XXIII

As I flashback, there must be something passed before you really got it. For me, I got two years full of x and y and those chemical compound to finally get what I want. Now living with my passion makes me find lots of thing to explore that becomes one particular distraction for me too. Even sometimes they get me overwhelmed! People always have priority and how to keep that priority prioritized is a must - new challenge for me. So, wish me luck!


Cheers!

#Ban66a Jadi Anak Indonesia

"Indonesia negara gagal" adalah hal yang paling ironis yang aku dengar dan aku saksikan sendiri keluar dari mulut seorang wanita Indonesia pengamat ekonomi di tv tepat satu hari sebelum hari ini, 17 Agustus 2011. Bagaimana bisa? Kalau memang wanita itu melihat dari kacamata ekonomi, perkembangan ekonomi Indonesia sedang berada pada titik puncak, pencapaian terbaik dari 21 bulan terakhir. Apakah ia asal melontarkan penilaian? Entahlah.

Terlalu biasa kita membicarakan Indonesia atas nama keburukan. Terlalu umum menyampaikan penilaian-penilaian negatif terhadap Indonesia di obrolan warung kopi sampai forum-forum eksekutif. Terlalu awam melihat orang apatis dan pesimistis terhadap Indonesia. Tapi, bukannya semua jadi terdengar ironis ketika kita terlalu membiasakan diri dengan hal-hal negatif disekitar kita terhadap negara kita sendiri?

Pernahkah sejenak berhenti dan mengesampingkan segala keburukan Indonesia? Membuka mata dan hati, melihat betapa gagahnya Indonesia berdiri dengan segala kekayaan alam, kearifan budaya, dan kerukunan masyarakatnya yang hidup dalam kultur yang kompleks? Merasakan rindunya Ibu Pertiwi akan tawa renyah anak-anak Indonesia di atasnya? Pernahkah melihat Indonesia melalui jendela yang berbeda?

Kita boleh mengakui 66 Tahun Kemerdekaan Indonesia. Menyerukan dan merayakannya dengan pesta rakyat yang akbar. Tapi pernahkah kembali menanyakan pada diri sendiri: apakah esensi dari serangkaian acara yang ada? Apakah kembali ditumbuhkan semangat nasionalisme kita setelah meninggalkan tempat sambil membawa hadiah panjat pinang? Sudahkah kita benar-benar merdeka?

Aku percaya bahwa generasiku adalah generasi pembawa perubahan. Kami tidak naif. Kami melek, tau, dan memahami kondisi Indonesia yang masih merangkak untuk berkembang menjadi baik. Kami yang berani bermimpi akan kemerdekaan Indonesia yang riil. Kami yang menantang diri kami untuk melihat Indonesia melalui pandangan yang berbeda. Kami yang memerdekakan diri dari pesimisme dan beraksi untuk bangsa ini.

Aku berbicara pada generasiku melalui tulisanku ini.
Aku menyerukan semangat nasionalis optimistis pada generasiku melalui tulisanku ini.
Sudah saatnya kita bangkit dan berbuat untuk Indonesia.
Bukan hanya diam dan mengutuk apa yang terjadi pada negaramu.

Aku, Jyestha Bashsha. Aku #Ban66a Jadi Anak Indonesia.

Dirgahayu Indonesiaku, MERDEKA!

How Can I?

He had this idea. It was kind of a virologist idea. He believed that you could cure racism and hate; literally cure it, by injecting music and love into people's lives. When he was scheduled to perform at a peace rally, a gunman came to his house and shot him down. Two days later he walked out on that stage and sang. When they asked him why - He said, "The people, who were trying to make this world worse, are not taking a day off. How can I? Light up the darkness."


We Are Indonesian Youth

There's a story about a man who never stopped commenting on government. A man of rebellion. A man of revolution. A man who lighted a candle in the dark. A man who brought changes for people. A man who never stopped criticizing on government.

Then, I reckon a government was born to tell people about the right to speak, about the possibility of revolution, about the time to be as one. A government invites people to produce thoughts.

28's youth could really use their right to speak, their chance to declare something that they believed in. They used their time to unite RI. They could use the opportunities arose from the politics condition in 1928 and were very thorough & keen in understanding it.

“A person who cares is a person who gets.”

Guys, it's simply because they cared to Republic of Indonesia (RI). It's because they concerned and were willing to unite Indonesia. They gathered and spoke in the name of Indonesia. Their concern opened their mind to see that the government needed them, that the government gave them a chance to unite Indonesia.

Government has its latent-respective functions that we all can see it, as what I've said before - it was born to tell people about the right to speak, about the possibility of revolution, about the time to be as one. If we care, we can make Indonesia better.

We don't have other pledge nowadays than Youth Pledge (Sumpah Pemuda). Let's start to commit to the pledge & care to the nation. We are Indonesian youth!